Dimanakah Engkau Berada?
![]() |
| Sumber gambar |
Belaian semilir angin malam tak mampu melenakan dan membuatku lelap dalam tidur indah; meraih mimpi. Bumi menggelar kehangatannya untuk menyambut kantuk yang menggelayut, langit pun tak mau kalah; membacakan dongeng bintang dan selaksa isi langit agar aku rebah dipelukannya.
Rayuan gombal bumi dan langit tak kuasa melenakanku, mungkin bumi dan langit tidak tahu kalau hanya getar cinta yang kuasa melenakan aku atau mereka enggan mengetahui penyebab terlenanya diriku, yang jelas semakin larut dan semakin kelam malam ini tak kuasa jua menina bobokkan aku.
Mata hati ini menerawang jauh menyibak pekatnya belantara hidup mencari-cari kepingan hati yang selama ini terlepas dan mendadak ingin kusatukan lagi. Semakin dalam nan jauh kuterawang, semakin panjang kusibak pekatnya belantara, mengapa tak kutemukan juga sebuah biji hati itu?
Sang Otak memaki Sang Hati, mengapa kau menjadi pengecut dan lemah wahai Hati? Semakin kau pendam dan pendam hingga perasaan terdalam akan menyebabkanmu tersakiti dalam rentang waktu yang cukup lama.
Wahai Hati, cobalah untuk sedikit berkata jujur dan berterus terang kepada kepingan biji Hati yang kau cari, bahwa kau membutuhkan dan sangat mengidamkan bersandingan dengan biji hati itu.
Sungguh Hati, akupun merasa sakit dan pedih menyaksikan kau tak kuasa memendam rasa itu, sadarlah, kita adalah satu kesatuan organ, jika kau merasa sakit akupun akan merasakan sakit juga.
Sedikit memaksakan, Hati menjawab makian Otak, akupun berfikiran seperti itu, tetapi aku tak kuasa menyakiti kepingangan Hati itu. Walaupun Tuhan menciptakan kita dengan bentuk yang sama dan dari sumber yang sama tetapi kita memiliki satu perbedaan yang mendasar dan sangat urgent; kepingan Hati itu memiliki selaput dinding yang lebih lembut dibanding diriku. Balutan selaput dinding yang lembut itu sungguh sangat sensitive, sedikit saja kita salah menyentuhnya bisa-bisa dinding itu akan terkoyak, kawan. Maafkan aku wahai Otak, karena kesengsaraanku kau juga tersakiti dan yakinlah semakin kita sesak ruangku semakin terang kulihat seberkas cahaya yang memancar dari kepingan biji hati itu. Aku takkan melupakan jasamu wahai Otak, darimu aku bisa mengaya semburat cahaya tanda dari banyaknya kepingan hati yang membuatku berjalan terarah tanpa terjebak kepalsuan semburat cahaya kepingan hati lainya.
Lambat tapi pasti, benih rasa itu tumbuh kemudian bersemi, membuncah memenuhi ruang hati.
Sinarnya menelusuk melalui rongga mata, masuk memenuhi palung hati yang gelap. Aku tersentak, beringsut tak karuan, bertanya-tanya ada apa gerangan?
Sikapnya merubah tingkahku seketika, cahanya menyilaukan mata dan tak mampu kuelakkan pesonanya.
Bayangnya memanggil membelai, menarikku dalam cerita dan mimpinya, Asmanya selalu kujadikan dzikir disetiap langkahku, lekuk simpul bibirnya membuat lidahku kelu namun tetap berucap dalam pasungan; Sungguh Indah Wanita Ini.
Semakin hari tak tentu arah langkahku, tak tentu nada kicauku tapi kaku dan kelu saat dihadapmu. Saat kau jauh, ribuan kata indah berhamburan dari perasaan yang paling dalam; memuji keindahanmu, ribuan fantasi memenuhi ruang imaji; bayangkan keindahanmu, dan ribuan desah yang beriringan namamu kuhembuskan. Dalam keheningan aku berucap :
Disini, sebenarnya aku mampu
Melukiskan gurat namaku di hatimu
Mengaya pesona cinta
Membentuknya menjadi adonan penyejuk jiwa
Indah bagiku
Dalam gundahku,
Kulihat senyummu menguntai
Bagai mentari pagi yang memberi keceriaan hari
Laksana senja yang beriringan pergi dengan tenang
Setenang angkasa dengan bulang dan gemintang
Tak jemu ku memandang
Dalam kelu lidahku,
Seandainya aku mampu
Merangkai kata indah dalam desahku
Memujamu syahdu rindu
Dalam kecamuk asa yang membelenggu
Melukiskan gurat namaku di hatimu
Mengaya pesona cinta
Membentuknya menjadi adonan penyejuk jiwa
Indah bagiku
Dalam gundahku,
Kulihat senyummu menguntai
Bagai mentari pagi yang memberi keceriaan hari
Laksana senja yang beriringan pergi dengan tenang
Setenang angkasa dengan bulang dan gemintang
Tak jemu ku memandang
Dalam kelu lidahku,
Seandainya aku mampu
Merangkai kata indah dalam desahku
Memujamu syahdu rindu
Dalam kecamuk asa yang membelenggu
Duhai cinta, bukan kubermaksud menyalahkanmu akan rasa di hati ini, tetapi hanya sekedar menyampaikan bahwa hatiku sesak karenamu, fikirku lemah karenamu, langkahku gontai karenamu dan aku menaruh asa akanmu. Apakah kau merasakannya juga, aku yakin kau merasakan juga karena kulihat tingkah polahmu menandakan kau menaruh sesuatu dilubuk hatimu yang paling dalam, entah apa itu yang terpenting adalah aku harus mencari dan terus mencari sampai kutemukan kau.
Dalam dada yang begitu berat
Seribu asa terus ku tata
Selaksa cinta kurangkai kata
Seberkas cahaya penyuluh jiwa
Penghangat raga, penuntun langkah…
Duhai Rabb Yang Maha Cinta,
Sungguh ku tak mampu menolak pesonaMu
Kurindukan cintaMu
Terangi hidupku.
Papah aku dalam pelukMu
Hembuskan ruh harum syurgaMu
Agar aku mampu berjalan diatas bara hidupku
Tak tertatih dalam mencintaiMu.
Seribu asa terus ku tata
Selaksa cinta kurangkai kata
Seberkas cahaya penyuluh jiwa
Penghangat raga, penuntun langkah…
Duhai Rabb Yang Maha Cinta,
Sungguh ku tak mampu menolak pesonaMu
Kurindukan cintaMu
Terangi hidupku.
Papah aku dalam pelukMu
Hembuskan ruh harum syurgaMu
Agar aku mampu berjalan diatas bara hidupku
Tak tertatih dalam mencintaiMu.

0 Response to "Dimanakah Engkau Berada?"
Posting Komentar