Inikah Yang Dinamakan Kemerdekaan?


Minggu, 17 Agustus 2008, kami (FMN) merayakan hari proklamasi dengan aksi massa di depan gedung agung. Aksi massa kali ini kami lakukan dua kali berselang hanya beberapa jam saja. Aksi pertama dilakukan pukul 11:30 dengan jumlah massa aksi 19 orang yang dipusatkan didepan Kantor Pos Besar Yogyakarta atau sebelah selatan Gedung Agung.
Hanya Beberapa menit massa aksi melakukan orasi – orasi kemudian aparat keamanan merepresif kami. Massa aksi diangkut memakai truck kemudian dibawa ke Mapoltabes DIY yang berjarak 400 meter dari Gedung Agung. Selama perjalanan menuju Poltabes, banyak kawan kami yang mengalami kekerasan fisik maupun psikis. Setalah sampai di Poltabes, salah seorang kawan kami dipukul beberapa kali didaerah perut oleh seorang anggota polisi, sungguh tindakan ini tidak mencerminkan sebagai seorang polisi yang (katanya) mengayomi masyarakat.

Mendengar informasi kawan kami ditangkap, 5 orang yang berhasil lolos dari "sergapan" polisi mengadakan kordinasi untuk menggelar aksi solidaritas menuntut pembebasan kawan kami yang telah ditangkap sebelumnya. Dengan koordinasi yang cukup singkat, kami dapat mengumpulkan massa aksi sejumlah 19 orang juga. Pada pukul 13:00 wib, kami berkumpul di masjid taman budaya untuk melakukan persiapan dan brifieng akhir sebelum terjun ke medan aksi.
Setelah persiapan dirasa cukup kami melanjutkan untuk menuju pasar Beringharjo atau jalan Malioboro untuk membuka titik aksi tepat didepan pasar beringharjo. Aksi dibuka oleh coordinator lapangan (Angga) dengan orasi dan agitasi kepada masyarakat luas bahwa negeri kita belum merdeka, negeri ini masih dijajah dan dihisap secara politik, ekonomi dan budaya. Kemudian orasi dilanjutkan oleh kawan-kawan dari kampus-kampus lain yang ada di Jogjakarta.
Setelah kurang lebih 30 menit melakukan orasi-orasi, massa aksi diarahkan untuk menuju sebelah utara Gedung Agung, kurang lebih 50 meter dari Gedung Agung. Sesampainya ditempat, orasi kembali dilakukan oleh massa aksi dan diiringi dengan yel-yel yang membangkitkan semangat dan menyadarkan masyarakat akan pentingnya kemerdekaan sejati.
15 menit kami melakukan orasi disebelah utara Gedung Agung, aparat langsung mengepung kami. Massa aksi merespon dengan memperkuat barisan denagn boder solid keras. Tanpa tedeng aling-aling Kasat Sampta Poltabes Yogyakarta, Kompol Suwandi memerintahkan anak buahnya untuk menarik paksa kami. Dalam pemberitaan salah satu media massa (media Indonesia) “Sebelum dibubarkan dengan paksa, para pengunjukrasa tersebut telah mendapat peringatan dari Kasat Sampta Poltabes Yogyakarta, Kompol Suwandi karena melakukan aksi unjukrasa pada HUT Kemerdekaan RI. Setelah diperingatkan, para pengunjukrasa diberi waktu lima menit untuk membubarkan diri dengan tertib. Namun teguran dan permintaan untuk membubarkan diri tersebut tidak diindahkan oleh para pengunjukrasa. Mereka tetap berorasi menyampaikan tuntutan, antara lain meminta pemerintah menurunkan harga sembako, dan mempertanyakan kondisi sebagian rakyat yang tetap belum sejahtera meskipun Indonesia telah merdeka selama 63 tahun. Akhirnya Kasat Samapta dibantu oleh sejumlah polisi terpaksa membubarkan aksi unjukrasa tersebut dengan paksa. Para pengunjukrasa dibawa ke truk polisi, dan selanjutnya mereka dibawa ke Poltabes. ’Mereka tidak ditahan, setelah sampai Poltabes dilepaskan lagi. Tindakan ini hanya sekedar langkah pengamanan,’ kata Kompol Suwandi”. Dalam pemberitaan media massa tersebut, dikatakan bahwa pihak aparat keamanan telah melakukan negosiasi dengan massa aksi untuk menghentikan aksi. Tetapi kenyataan dilapangan berbeda dari apa yang telah dberitakan media massa tersebut. Kami tidak diajak negoisasi terlebih dahulu, mereka langsung memaksa kami untuk masuk kedalam truck polisi sambil menarik dan memukul kami.
Dalam adegan tarik-menarik tersebut, banyak kawan kami yang mengalami kekerasan pisik; saya sendiri dipukul dimulut dan dihidung sebanyak 3 kali, pukulan ini menyebabkan bibir saya pecah dan mengucurkan darah. Tendangan mendarat di muka, dada dan kepala. Hampir seluruh badan kami dijadikan sasaran pemukulan oleh kurang lebih 50an orang polisi. Setelah menyeret kami yang diiringi dengan tendangan dan pukulan, kami dilempar ke dalam truck polisi. Kekerasan secara pisik tidak selesai sampai disitu saja, dalam truck, kami dipukul ditendang dan dicaci maki oleh para polisi tersebut. Dalam truck itu, menetes darah kawan-kawan kami, Abdi dijadikan “sansak” hidup oleh seorang polisi, wajahnya beberapa kali mendarat pukulan-pukulan. Dalam mobil itu, saya pun dipukul kembali dibagian mulut, kawan kami Tonggos, dipukul tepat mengenai pelipisnya hingga mengucurkan darah, bekti dipukul dibagian bibir hingga mengucurkan darah juga sedangkan kawanWawan, selain dipukul, rambutnya dijambak-jambak dan telinganya ditarik (jewer) dengan keras oleh dua orang anggota polisi. hingga saat ini, kami masih merasakan tindak kekerasan tersebut; hidung saya masih mengucurkan darah, Tonggos matanya masih bengkak, bekti bibirnya masih berdarah dan Wawan, telinganya masih bengkak. 13 orang yang “tertangkap” itu, semuanya mendapatkan kekerasan pisik dan psikis. Setelah setibanya di Mapoltabes Yogyakarta, kami dipaksa untuk jalan sambil jongkok dari halaman Mapoltabes menuju kantor reskrim yang berjarak 100 meter, tidak hanya dipaksa untuk jalan jongkok, tendangan, pukulan dan tamparan aparat-aparat mendarat telak ditubuh kami.
Tindakan aparat keamanan yang anarkis tersebut tidak menyurutkan langkah kami untuk menyuarakan hak-hak kami, pemukulan, tendangan dan cacian menjadi pelecut semangat kami untuk terus berjuang menghancurkan penindasan, tidakan tersebut juga menyadarkan kami bahwa, negeri ini belum MERDEKA, negeri ini masih tertindas dan dijajah. Inikah yang dinamakan kemerdekaan? Jika hak untuk menyampaikan pendapat masih dipasung!
Bangkit berorganisasi berjuang
Patria O Muerte!

0 Response to "Inikah Yang Dinamakan Kemerdekaan?"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel