Sebuah Trilogi; Sedih, Bahagia dan Sedih Lagi!
Sumber gambar |
Mentari pagi serasa biasa saja
Cahanya hanya mampu menghangatkan raga
Tak mampu menelusuk dalam jiwa
Malam begitu pekat
Bak pukat yang menjerat
Jiwa mengerucut membawa takut
Saat Dia Datang
Mentari Pagi begitu menggoda
Cahayanya menerangi jiwa
Menumbuhkan beribu asa
Malam memanggil untuk bersyahadat
Tanpa temaram sinar rembulan yang pucat
Hati terperanjat melihat rembulan tak pucat
Ketika Dia Menghilang
Mentari pagi tetap menggoda
Hanya saja Aku tak tergoda
Cahayanya tetap menerangi jiwa
Namun Aku tak merasakan apa apa
Malam memanggil dengan manja
Melalui hembusan angin syurga
Sinar rembulan yang bersahaja
Tanpa kilauan bintang bersuka ria
Hati tetap berkaca kaca
Semburat muntahan beribu asa
Sengkarut jelaga dalam dada
Galau hati tertuang dalam kata
Terangkai dalam cerita
Damba akan hadirnya
Dan…
Aku tetap menaruh asa
Kubingkai dalam jiwa
Kurangkum dalam hati
Kuolah dalam kepala
Kumuntahkan dalam kata kata
Pinggir Kali Papringan, 4 September 2009
Tanpa temaram sinar rembulan yang pucat
Hati terperanjat melihat rembulan tak pucat
Ketika Dia Menghilang
Mentari pagi tetap menggoda
Hanya saja Aku tak tergoda
Cahayanya tetap menerangi jiwa
Namun Aku tak merasakan apa apa
Malam memanggil dengan manja
Melalui hembusan angin syurga
Sinar rembulan yang bersahaja
Tanpa kilauan bintang bersuka ria
Hati tetap berkaca kaca
Semburat muntahan beribu asa
Sengkarut jelaga dalam dada
Galau hati tertuang dalam kata
Terangkai dalam cerita
Damba akan hadirnya
Dan…
Aku tetap menaruh asa
Kubingkai dalam jiwa
Kurangkum dalam hati
Kuolah dalam kepala
Kumuntahkan dalam kata kata
Pinggir Kali Papringan, 4 September 2009
0 Response to "Sebuah Trilogi; Sedih, Bahagia dan Sedih Lagi!"
Posting Komentar